Langsung ke konten utama

Samuel Mulia dalam Parodi-nya (Kompas)

Seminggu yang lalu saya sempat sakit dan oleh teman yang baik hati menawarkan diri untuk mengantarku berobat. Aku menolak untuk dibawa ke dokter yang memberikan "obat demam" seharga 1 juta.
Bukannya tidak percaya sama dokter itu dan obatnya (karena kata temanku obatnya sangat manjur), namun, karena aku belum sekaya itu untuk berobat semahal itu *bisa sakit yang lain dan puasa Daud ntar.

Sembari menunggu di periksa (akhirnya ke klinik langganan) dokter, aku membaca koran KOMPAS edisi Minggu, 13 Maret 2011. Saat itulah aku membaca suatu kolom yang bernama "PARODI" yang ditulis oleh Samuel Muia.
Langsung tanpa basa-basi aku membacanya karena aku ingat bahwa dulu sewaktu kuliah, kolom inilah bacaan wajibku.
Waktu itu tulisannya bejudul "Hope".

Ternyata aku lupa bahwa dulu, sewaktu kuliah terutama semester 3 dan 4, kebiasaanku adalah membeli koran Kompas setiap hari Minggu di samping Gereja dekat kampus.
Setiap Minggu pagi sembari menikamti sarapan yang lebih sering bubur kacang ijo, aku duduk di dalam kamar sembari membaca koran ditemani secangkir teh hangat *hayaaaa..terdengar seperti begitu tenang dan damainya hidup saya setiap Minggu pagi (sekarang tidak lagi T.T)

Aku sewaktu itu membeli koran dengan alasan (klise) agar tidak ketinggalan informasi (maklum gak punya tipi waktu itu, jadi gak tau kabar apa-apa. Takut jadi kolot) dan tentu saja alasan lainnya adalah membaca cerpen Kompas yang menarik untukku baca setiap Minggu.
Namun, setelah menemukan kolom "Parodi" oleh Samuel Mulia ini, maka kolom ini menjadi bacaan wajibku juga setiap hari Minggu (karena tulisan ini hanya ada di Kompas Cetak hari Minggu, maunya setiap hari ada. hehehehe..)

Parodi ini kalau aku katakan adalah sebuah tulisan yang mencerminkan kehidupan, namun ditulis dengan selentingan lelucon dan perumpamaan hidup yang seolah-olah dibuat lucu (yaa... seperti diparodikan-lah).
Aku suka tulisan tersebut karena ditulis dan disampaikan dengan lugas, ada semacam olokan dan sindiran, namun bagiku ngena di hati (kadang-kadang). Tulisan ini membuat kita untuk mengingat kembali diri kita sebagai manusia dan apa hakikat kita hidup di dunia ini, hubungannya dengan sesama manusia, Tuhan, dan alam ini *begitu sih menurutku.

Aku juga ingat bahwa saking sukanya aku dengan tulisan "parodi" oleh Samuel Mulia ini, aku menginginkan menjadi penulis seperti dia. Aku ingin bisa menulis sesuatu tentang hidup namun dengan cara yang menyenangkan. Enak untuk dibaca. Bisa saja terkesan lucu atau menyndir, namun tidak terkesan sok tahu dan menggurui.

Tulisan ini aku post untuk mengingatkanku akan kebiasaan itu lagi.
Mulai Minggu ini, sepertinya aku akan terus membaca tulisan Samuel Mulia tersebut.
Tentu saja karena aku suka dan ada banyak hal yang bisa aku dapatkan di tulisan tersebut, yaitu :tentang hidup"

Sekadar informasi singkat saja, Samuel Mulia adalah seorang penulis mengenai gaya hidup di surat kabar atau majalah. Masih banyak juga sih tentang Samuel Mulia. Tapi cari sendiri ya..

Kalau mau membaca tulisan Samuel Mulia, coba saja baca harian Kompas Cetak setiap hari Minggu, atau bisa juga coba baca tulisan berikut ini yang berjudul  Bernilaikah Saya? atau Anjing

.

Komentar

  1. haha, baca kolom itu juga ya?? saya si kadang-kadang beli kompas minggu. alasannya sama: mau baca cerpen sama up date informasi (ga punya TV). kolom parodi emang bagus, singkat dan mengena.

    yang berjudul HOPE kemarin juga membuat saya berpikir; iya juga ya, kadang kita kalau minta ke Tuhan sering lupa diri. maunya setiap harapan kita tuh terkabul.. naif banget emang...

    *obat demam 1 juta?? emang epe demam apa??

    BalasHapus
  2. Yap. kolomnya singkat tapi mengena.
    Kolom minggu lalu, "Hope" itu emang bagus dan membuat saya berpikir juga tentang "hope" itu.

    Ah, yang berobat 1 juta itu temen. Dia salah dokter. Udah terlanjur ke sana dia. Waktu sakit minggu lalu sih cuma bayar 55 ribu doang. Hehehe...

    BalasHapus
  3. pernah coba baca tempo? terutama catatan pinggir di majalahnya.. keren-keren loh

    BalasHapus
  4. wah..wah.. suka baca koran ya..
    saya sih suka baca tapi kalo koran ga terlalu ngikutin, plg cuma cari lowongan, haha
    abis kesannya tuh buru2 sih :p

    BalasHapus
  5. Huda - jarang baca tempo, apalagi majalahnya. Tapi pengen coba baca sih. hehehe..

    Yeni - hmm.. dibilang suka gak juga sih. hehehe..
    kalo ada yg menarik doang baru baca.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Homunculus Vol.11 (Bayangan?)

Hari Kamis, 23 Juni 2011 kemarin aku membaca komik Homunculus Volume 11. Komik Homunculus ini adalah manga karya Yamamoto Hideo *gak kenal sih sama pengarangnya, dan bercerita mengenai seorang tokoh utama dalam komik ini yang bernama Susumu Nakoshi. Susumu Nakoshi merupakan seorang gelandangan yang hidup dan tinggal di dalam mobilnya yang berada di antara sebuah gedung mewah (hotel) dan taman (tempat banyak gelandangan tinggal) - dua tempat yang dapt menggambar dunia dengan sangat kontras, bertolak belakang. Susumu memiliki kebiasaan unik, yaitu tidur layaknya seorang bayi yang butuh perlindungan (meringkuk sambil menghisap jempol). Suatu hari, dia mendapat tawaran dari seorang yang mengaku sebagai mahasiswa kedokteran bernama Manabu ito. Penampilannya padahal urakan dan metal *gak yakin sama penggambarannya. Manabu menawarkan akan memberikan uang sebesar 700 ribu yen asal bersedia tengkoraknya dilubangi. Jika tengkoraknya dilubangi, maka indera ke

[Book Review] Penjelajah Antariksa #5 : Kapten Raz - Djokolelono

Penjelajah Antariksa #5 : Kapten Raz Penulis : Djokolelono Penyunting : Yessi Sinubulan Desain Sampul dan Ilustrasi : Oki Dimas Mahendra Penerbit KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) Cetakan Pertama Juni 2016 KPG 59 15 01201 ISBN 978-602-424-061-5 Tebal v + 189 halaman Buku ke-5 seri Penjelajah Antariksa dari Djokolelono berjudul Kapten Raz akhirnya terbit juga setelah menunggu sekitar setengah tahun. Buku ke- ini pun masih menceritakan petualangan empat bersaudara Vied, Veta, Stri, dan Raz. Lebih tepatnya melanjutkan kisah buku ke-4 secara langsung di mana akhir buku keempat yang 'nanggung' banget. Setelah kecelakan pesawat yang mereka naiki, Veta, Stri, Mesi, Omodu, dan Kolonel Verea harus terdampar di suatu tempat tanpa ada alat komunikasi apapun. Bab pertama buku kelima ini menyuguhkan pergulatan hati Mesi yang cenderung berubah-ubah terutama sikap dan pandangannya terhadap Veta. Selain itu pula, badai Radiasi Rho-M mengancam keberadaan Starx sebagai

Our Town (The Town That You Live In - Sebuah nostalgia tentang kampung halaman)

Our Town - James Taylor (Cars OST) Long ago, but not so very long ago The world was different, oh yes it was You settled down and you built a town and made it live And you watched it grow It was your town Time goes by, time brings changes, you change, too Nothing comes that you can't handle, so on you go Never see it coming, the world caves in on you On your town Nothing you can do. Main street isn't main street anymore Lights don't shine as brightly as they shone before Tell the truth, lights don't shine at all In our town Sun comes up each morning Just like it's always done Get up, go to work, start the day, Open up for business that's never gonna come As the world rolls by a million miles away Main street isn't main street anymore No one seems to need us like they did before It's hard to find a reason left to stay But it's our town Love it anyway Come what may, it's our town. *** Saya foto 22/7/2009 setelah