*alkisah sebuah cerita*
Dahulu kala, entah tahun berapa, seorang anak laki-laki merantau mencari kerja untuk menyambung hidup. Anak laki-laki itu bernama ALI. Dia tidak memiliki sanak keluarga yang bisa dia datangi atau membantunya dalam mengarungi hidup ini.
Ali sosok seorang anak laki-laki yang kurus dan tampak sakit karena beban hidup yang harus dia tanggung di umur semuda itu. Ali berumur 9 tahun kalau kamu ingin tahu.
Berbagai tempat telah ia datangi, namun tidak ada yang mempekerjakannya. Siapa sih yang membutuhkan tenaga seorang anak kecil yang (tampak) tidak mampu melakuka apa-apa?
Malam semakin larut, Ali pun merasa putus asa. Tanpa arah dia pun berjalan. Hujan deras mengguyur. Perutnya lapar. Badannya kedinginan.
"Ya Tuhan. Di mana kah aku bisa berteduh?" Ali merasa sangat sedih. Kaki lemahnya terus melangkah tanpa tujuan, hingga dia melihat tempat berteduh di depan kios penjahit yang (sepertinya) masih ada penghuninya. Lampu di dalam ruangan terlihat masih menyala. Mungkin ada orang baik hati mau memberinya pekerjaan, menumpang tidur hanya untuk malam ini, dan beruntung mendapatkan makanan.
Dengan hati yang penuh doa dan harapan, dia mengetuk pintu kios penjahit tersebut. Tampak plang nama penjahit "Tampan Taylor" dengan lampu yang semakin buram.
"Ah, mungkin lampunya akan mati beberapa hari lagi" Ali berpikir dan melanjutkan ketukannya ke pintu kios sang penjahit Tampan.
Bukan...
Bukan...
Ini bukan cerita "Tampan Taylor" yang pernah kalian saksikan filmnya atau baca bukunya. Ini adalah "Tampan Taylor" dalam kisah Ali yang akan mengubah hidup Ali untuk selamanya.
Ketika ketukan keenam, terdengar langkah kaki tergesa-gesa dari arah dalam. Ali merasa senang. Ada harapan untuknya. Dengan tatapan penuh harap, dia melihat seorang kakek tua membukakan pintu.
Mata sang kakek menunjukkan ekspresi terkejut dan iba melihat sesosok anak laki-laki yang masih kecil dan kurus tampak kedinginan, pucat, dan sakit.
Sang kakek penjahit (yang dulu tampan ketika masih muda) mempersilahkan Ali masuk. Sang kakek memanggil istrinya yang masih terlihat cantik (sejak muda sampai sekarang) dan menyuruhnya untuk mengambilkan handuk, selimut, dan makanan.
Tanpa bertanya apa pun kepada Ali, sang Kakek dan Nenek menyuruhnya mandi, berganti pakaian, dan menyuruhnya makanan.
Setelah Ali merasa hangat dan kenyang, Ali menceritakan kisah hidupnya kepada sang kakek dan nenek. Dia terus bercerita tanpa henti walaupun sang kakek dan nenek tidak bertanya apa pun kepadanya. Setelah mengucapkan rasa terima kasih yang sangat besar dan sungguh-sungguh, Ali memohon kepada sang Kakek dan Nenek untuk membiarkannya menumpang malam ini saja. Ali tidak memiliki tempat berteduh dan membutuhkan pekerjaan untuk bertahan hidup.
Ali tidak ingin mengemis. Ali tidak ingin hidup dalam belas kasihan orang lain. Ali ingin mandiri dan mengubah nasibnya sendiri.
Sang Kakek dan Nenek dengan senang hati memberikannya tumpangan. Sang Kakek pun bercerita bahwa mereka sangat senang Ali mengetuk pintu mereka malam ini. Mereka sudah lama mendambakan anak, namun hingga usia lanjut, Tuhan belum memberikan mereka anak selama 40 tahun pernikahan mereka.
Sang Nenek pun mengatakan bahwa Ali mungkin anak yang dikirimkan Tuhan untuk mereka. Mereka bahkan meminta Ali menjadi anak mereka dan tinggal bersama mereka hingga mereka meninggal.
Ali tentu saja sangat gembira mendengar hal tersebut. Ali tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih kepada sang kakek dan nenek. Air mata Ali tidak berhenti mengalir deras. Dia sungguh bahagia. Dia bersyukur kepada Tuhan atas berkah dan nikmat yang diberikan kepadanya.
Ali berjanji akan menyayangi mereka dan membantu pekerjaan di rumah, membantu Kakek dalam usaha menjahitnya, dan membantu Nenek dalam hal apa saja di rumah.
--
Kalau kamu bertanya dari mana sang kakek dan nenek memperoleh baju anak untuk Ali sedangkan mereka tidak memiliki anak seorang pun, maka aku akan memberi tahukan hal ini kepadamu. Sang kakek adalah seorang penjahit. Kebetulan sang Kakek sedang mengerjakan proyek seragam untuk anak Sekolah Dasar. Maka, satu pasang baju seragam yang sudah selesai dijahit, diberikan kepada Ali.
Ali sangat senang memakainya walaupun baju itu berwarna putih dengan celana merah.
--
Singkat cerita.
Ali hidup berbahagia bersama Kakek dan Nenek. Ali sangat menyayangi mereka, begitu pula sebaliknya.
Ali selalu membantu pekerjaan rumah dan bersemangat membantu kakek dalam menyelesaikan pesanan dari para pelanggan.
Ali ternyata menaruh minat yang sangat besar terhadap keterampilan menjahit. Jika sebelumnya Ali hanya membantu mengambilkan kain, benang, jarum, atau gunting, perlahan-lahan dia bisa membantu menggunting atau memasang kancing baju.
Sang kakek pun mengajarkan Ali cara menjahit.
Ali sangat cekatan. Hasil karya awal jahitannya cukup memuaskan. Cukup kuat walaupun belum rapi.
Sang kakek sangat senang, hingga dia sangat bersemangat mengajarkan Ali menjahit.
Enam tahun telah berlalu.
Ali sudah berumur 15 tahun dan sangat mahir menjahit. Hasil karya baju, celana, jas, atau busana yang dia hasilkan sangat bagus dan kuat.
Ketika sang kakek meninggal, Ali meneruskan usaha jahit sang Kakek ditemani sang nenek yang juga semakin lelah. Selang beberapa bulan, sang Nenek menyusul kakek ke alam baka.
Ali sangat sedih.
Ali mewarisi semua kekayaan sang Kakek dan Nenek, termasuk menerusakan usaha menjahit sang kakek.
Akhirnya, Ali mengganti nama "Tampan Taylor" menjadi "Ali Taylor".
Awal usaha Ali tidak begitu berhasil. Bahkan berbulan-bulan tidak ada satu pun pelanggan yang datang untuk menjahit pakaian kepadanya. Ali hampir putus asa, namun tidak akan menyerah. Demi kakek dan nenek. Demi masa depannya.
Akhirnya, suatu pagi di hari Minggu, datanglah seorang laki-laki dan perempuan yang berusia sekitar 17-18 tahun. Mereka akan lulus SMA dan ingin menjahit kemeja putih untuk acara kelulusan mereka.
Pemuda itu bernama Mizuki, seorang pelajar keturunan Jepang. Sedangkan yang perempuan bernama Santi, asli Jawa.
Dengan gembira Ali menyelesaikan pesanan kedua orang itu dalam waktu satu minggu. Dia menjahit dengan sepenuh hati dan melakukannya dengan penuh semangat.
Mizuki dan Santi sangat puas melihat hasil tangan Ali.
Mereka mengenakan kemeja buatan Ali dalam upacara kelulusan mereka. Mizuki dan Santi tampak gagah dan cantik dalam balutan pakaian yang dijahit Ali.
Semua mengagumi hasil karya Ali. Teman-teman mereka yang lain, bahkan para guru bertanya di mana mereka membuat baju yang sangat bagus tersebut.
Mizuki pun mengatakan bahwa dia membuat baju ini di sebuah kios jahit "Ali Taylor".
Mizuki mengatakan yang memiliki usaha itu adalah ALI-san. Dia pun mengatakan ALI-san sangat ramah, hasil jahitan pakainnya sungguh luar biasa.
Sejak saat itu, Ali kebanjiran pesanan pakaian. Ali tidak bisa mengerjakannya seorang diri. Akhirnya dia merekrut beberapa pekerja untuk membantunya.
Berkat Mizuki yang selalu memanggilnya ALI-san, kini Ali sangat sukses. Beberapa tahu kemudian, dia membuka pabrik pakaian dengan merk "ALISAN".
Bagi para pekerjanya dan para pelanggan awalnya, Ali lebih dikenal dengan julukan Ali-san. Semua berkat Mizuki.
Hingga kini, usaha Ali berkembang sangat pesat. Bahkan pakaian hasil karyanya sudah bisa kita temukan di outlet-outlet, butik, ataupun departement store. Siapa sih yang tidak mengenal pakaian dengan merk "ALISAN" yang murah dan berkualitas tersebut.
Aku yakin kamu tahu :)
---
the end - alias - TAMAT
--
Eh, kalau kamu bertanya-tanya apakah ini kisah sukses awal pakaian ALISAN yang identik dengan kemeja para pegawai kantoran?
Aku akan menjawab TIDAK.
Ini bukalah kisah sebenarnya tentang pakaian bermerk ALISAN.
Ini hanyalah rekayasa dan cerita karangan yang aku buat di sela-sela kebosanan.
Cerita ini terlintas ketika aku memakai baju ALISAN hari ini untuk ke kantor.
Namun, jika kamu tidak percaya dan orang yang kamu ceritakan juga tidak percaya. Terserah kamu sih. Yang penting aku sudah memberitahumu.
Katamu kisah ini inspiratif?
Boleh saja kamu beranggapan seperti itu. Suka-suka kamu. Aku titak melarang.
Kamu bilang cerita ini bagus, jayus, atau mengada-ada?
Terserah kamu juga sih.
Yang penting aku menuliskan cerita yang terinspirasi dari kisah yang tidak nyata saja sih.
Hahahaha...
Akhir kata, siapa pun yang membaca cerita ini semoga terhibur.
Jangan serius ah bacanya.
Lha, wong, aku menulis cerita ini dalam keadaan tertawa kok.
***maaf ya kalau jayus atau garing.
salam baju ALISAN :)
NB : Cerita ini aku buat tepat setahun yang lalu dan pernah aku posting di beranda Facebook-ku.
Sebuah cerita spontan yang dengan susah payah aku ketik di samrtphone.
Membacanya sekarang membuatku tertawa, "Bisa ya aku menulis cerita jayus seperti ini?"
Ya ya ya,,ali-san,,wkwkwkwkwkwk,,,absurd selalu
BalasHapusHahaha.
HapusOtakku lebih encer nulis hal absurd daripada yg serius