Judul Buku : Drama Mama Papa Muda –
Kisah-Kisah Renyah Penuh Tawa dan Air Mata
Penulis : Pungky Prayitno dan Topan
Pramukti
Penerbit Laksana
Cetakan Pertama Februari 2018
Tebal : 232 Halaman
ISBN 9786024073190
“Bagi Bapak, pernikahan dan rumah tangga adalah kerja sama. Kerja sama untuk sama-sama bahagia.” (hlm. 83)
Awal ditawari oleh team dari Penerbit Diva
Press untuk mengulas buku tentang parenting,
aku menyetujuinya. Alasan aku menerima tawaran ini adalah karena aku memang
sedang membutuhkan bacaan non-fiksi dan butuh asupan untuk tambahan ilmu soal parenting. Aku memiliki seorang putri
kecil berusia 3 tahun dan aku ingin mendapatkan ilmu dan sudut pandang dari
buku parenting yang aku baca.
Namun, ternyata buku yang aku terima bukan
tentang parenting tetapi isinya malah curhatan tentang mama dan papa muda dalam
mengarungi rumah tangga mereka yang tidak biasa-biasa saja.
Apakah aku kecewa? Tidak.
Apakah aku menyukai buku ini? YES!
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai
buku ini, aku ingin mengatakan kalau aku suka banget sama buku ini. Alasannya
adalah karena buku ini terasa nyata, terasa dekat, dan rasanya seperti membaca
kisah hidupku yang tercermin dan terwakilkan dalam hidup orang lain.
Mengapa aku mengakan hal ini? Karena aku
sangat mengerti apa yang dialami oleh pasangan Mbak Pungku dan Mas Topan ini.
Sewaktu membaca ucapan mas Topan mengenai terbitnya buku ini, bahwa hal-hal
yang mereka tulis dalam buku ini kontroversial dan bisa menimbulkan perdebatan,
caci maki dan pem-bully-an dari pihak
lain, aku sih sepakat dengan Punky. Ini adalah kisah mereka dan tidak perlu
mendapatkan restu atau persetujuan dari orang lain.
Aku mengatakan aku mengerti adalah karena
aku pun pernah mengalami fase “drama pasangan muda” dengan segala masalahnya.
Tidak sama persis memang, tapi mirip. Makanya, membaca buku ini sangat
memuaskanku karena seolah bagian dari drama keluargaku tertuang di buku ini.
Sebelum aku (ikutan) curhat setelah
membaca buku ini, berikut aku ceritakan sedikit isi dari buku “Drama Mama Papa
Muda” ini.
Buku ini diawali dengan pertemuan (kencan)
pertama Mbak Pungky dan Mas Topan yang menjadi awal mula segala cerita dalam
kehidupan keluarga kecil mereka. Tanpa basa-basi dan cerita yang panjang,
secara singkat dan jelas kisah cinta mereka yang mulai bersemi cukup membuat
aku yang membacanya tersenyum. So sweet banget. Lagipula nggak perlu panjang
lebar membaca tentang kisah asmara mereka karena bukan itu inti buku ini.
Buku ini dibagi menjadi empat bagian.
Bagian 1 adalah tentang Drama Mama Muda,
curhat dari Pungky – sang istri dan sang mama muda. Ada cerita tentang
keputusan menikah muda, memiliki anak, dan tentang meraih impian walaupun sudah
berkeluarga. Berkeluarga dengan asisten rumah tangga. Hidup tanpa pembantu
rumah tangga. Melawan Postpartum Depression.
Bagian ini adalah curhatan seorang wanita
yang hidupnya berubah setelah menikah muda, memiliki anak, dan menjadi mama
muda, dan problematika rumah tangga. Cerita yang sangat real dan tidak terasa
dilebih-lebihkan.
Bagian 2 Drama Papa Muda.
Bagian ini adalah bagian yang paling ingin
aku baca pertama kali karena sebagai “suami dan papa muda” aku ingin membaca
cerita (penderitaan) yang dialami oleh Mas Topan Pramukti.
Ada beberapa sub judul dalam bab curhatan
sang suami dan papa muda ini, di antaranya “Kepada para suami, saya mohon
bacalah sebentar. Pergilah Bu, bahagiakan dirimu. Sini nak, sama bapak. PMS
selalu benar.”
Aku paling penasaran akan isi curhatan mas
Topan tentu saja karena aku adalah lelaki, suami, dan juga seorang papa muda.
Apa sih yang dialami oleh mas Topan. Mirip dengan kisahku nggak ya? Aku
menyukainya karena banyak yang mirip , namun sayangnya kurang banyak. Haha.
Bagian 3 Drama Tumbuh Kembang.
Bab ini lebih banyak didominasi oleh
curhatan mengenai anak mereka, Sujiwo.
Bagian tiga ini berisi pembahasan “Ibu
Bangga. Drama penyapihan. Tentang berbagi dan memberi. Jangan pintar, jangan
shalih, Jangan berguna bagi nusa bangsa. Mimpi.”
Aku suka karena dalam kehidupan seorang
mama dan papa muda, selalu ada hal menarik yang menjadi perdebatan jika
berhubungan dengan “membesarkan seorang anak”.
Bagian 4 Drama Dua Hati
Ah, bagian ini sebenarnya bagian yang akan
membuat perasaan campur aduk karena menyangkut tentang suatu hal yang tidak
kita harapkan terjadi, namun mau tdak mau ada kemungkinan. Beberapa hal yang
dibahas antara lain, “Ibu Macam apa kamu. Urusan rumah tangga kami bukan
konsumsi public. Ateis paling sederhana. Karena hati selalu punya jalan
sendiri. Menerima kita apa adanya. Menikah itu indah.”
Kalian penasaran tentang hal-hal lebih
rinci di setiap bagian? Makanya baca dong. Hehe.
Membaca buku yang diambil dari kisah
penulisnya yang merupakan mama papa muda ini seolah mengingatkanku kembali akan
kisah hidup yang aku jalani. Ada orang lain yang menjalani kehidupan yang
mirip, bahagia dan susahnya, perjuangannya, dan bahwa ada penyelesaian akan
semua masalah yang terjadi.
Sebenarnya, aku ingin membaca lebih banyak
dari sudut pandang sang suami karena aku adalah seorang suami dan papa muda.
Soal PMS yangselalu benar itu setuju banget. Kadang tidak ada angin tidak ada
hujan tiba-tiba ada badai. Apalagi aku LDR selama 5 tahun lebih dan setiap
mendekati PMS atau tiba masa PMS, pikiranku seolah-olah ingin meledak dan ingin
tidur nyenyak saja melupakan dunia. Haha.
Ada pula bahasan tentang Postpartum
Depression. Sebuah fase yang bisa terjadi kepada perempuan mana saja setelah
melahirkan. Aku tahu bagaimana rasanya menjadi suami yang menghadapi drama ini.
Memang sih, istriku bukan mengalami postpartum depression ini. Aku tidak tahu
apakah sama atau berbeda masalah yang aku hadapi. Di tahun keempat usia
pernikahan kami dan di usia menjelang tiga tahun anak kami, hubungan kami mulai
menunjukkan gejolak akibat hubungan jarak jauh. Hal ini mulai terasa di akhir
kehamilan istriku, kelahiran anakku, dan perjuangan istriku membesarkan anak
dan berjuang seorang diri tanpa ada aku yang selalu menemani.
Istriku mengalami perubahan suasana hati yang sangat cepat berubah. Aku harus menghadapi
perubahan suasana hati istri yang selalu berubah-ubah, fase depresi, fase ingin
menyakiti diri sendiri, menyakiti anak kami, dan fase ingin bunuh diri.
Aku tidak bangga akan hal ini. Aku pun
tidak mengatakan aku mengeluh. Aku hanya ingin berbagi pengalaman. Selama menghadapi hal ini dalam kondisi
pernikahan jarak jauh, initerasa sangat berat bagi kami. Tapi, seperti Mas
Topan, ini bukan hanya perjuangan istri, ini pun adalah perjuangan suami,
bersama-sama melewati masa ini dan menguatkan perasaan kami yang tanpa kami
sadari semakin jauh akibat jarak jauh. Ini berat tapi kami tidak mau menyerah.
Eh, kok aku malah curhat ya?
Maafkan.
Nah, makanya aku katakan bahwa aku sangat mengerti
apa yang diceritakan dalam buku ini. Aku sangat memahami perasaan Mbak Pungky
dan Mas Topan karena aku pernah mengalami hal yang mirip dengan kisah mereka.
Karena hal inilah makanya aku sangat menyukai kisah di dalam buku ini dan
sangat bersyukur diberikan kesempatan oleh penerbit Diva Press untuk mengulas
buku ini.
Sungguh sebuah buku yang bagus dan penuh makna. Sayang sekali jika kalian melewatkan membaca buku ini.
“Jiwo nggak usah takut memimpikan apapun. Kalau ada seseorang yang mungkin nanti akan ngeluarin komentar sinis soal mimpimu, kemungkinan besar orang itu Bapak.” – hal.168
Ngomong-ngomong, aku sangat tertohok akan kutipan di atas.
---
GIVEAWAY TIME
Aku
sangat menyukai buku ini.
Buku
ini bisa memberikan gambaran akan kehidupan lain dari apa yang mungkin kita
ketahui dan harapkan dari sebuah pernikahan. Buku ini sangat cocok dibaca oleh
siapa saja, baik yang masih sendiri, siapapun yang berniat menikah dalam waktu
dekat, seorang yang sudah menikah dan mempunyai anak, atau bagi orang dewasa
yang sudah banyak mengecap asam garam kehidupan pernikahan.
Ada
yang berminat memperolehbuku ini secara gratis?
Mau?
Kebetulan ada satu buku yang akan aku berikan secara gratis buat kalian ini. Berikut
syarat dan ketentuannya, ya.
- Domisili di Indonesia
- Follow Twitter @divapress01, IG @penerbitdivapress, dan like FB Penerbit Diva Press (wajib). Selain itu pula boleh juga follow Twitter @sulhanhabibi dan IG @sulhanhabibi punyaku ya. Mari berteman.
- Bagikan tautan giveaway ini di media sosial. Mau mention saya dan penerbitnya atau tidak, bebas.
- Tulis nama, akun Twitter/IG, dan domisilimu di kolom komentar, diikuti jawabanmu untuk pertanyaan berikut:
“Bagaimanakah tanggapan kalian mengenai “Pernikahan
Jarak Jauh”? Jika kalian dihadapkan akan kenyataan bahwa kalian harus terpisah
dalam jangka waktu yang tidak bisa ditentukan, apa yang kalian lakukan?”
Periode giveaway ini
dibuka selama satu minggu ya, mulai dari tanggal 26 Maret sampai dengan tanggal
1 April 2018. Pengumuman akan aku posting di sini selambat-lambatnya tanggal 3
April 2018.
Nah,
tidak susah, kan? Selamat mencoba dan semoga beruntung, ya.
Terima
kasih.
---------------------------------------------oOo-----------------------------------------------
UPDATE PEMENANG
UPDATE PEMENANG
Terima kasih banyak atas partisipasinya dalam giveaway ini.
Walaupun hanya 10 orang yang ikut, namun aku tetap senang dan tertarik dengan bermacam pendapat tentang hubungan jarak jauh.
Tidak ada yang salah dengan pilihan hidup masing-masing.
Tidak ada penyelesaian masalah dengan cara yang sama untuk masalah yang sama untuk beberapa orang.
Nah, aku bingung nih menentukan pilihan.
Setelah membaca jawaban dan juga memilih lewat random.org, terpilihlah pemenangnya.
Jeng...Jeng...Jeng...
Selamat kepada
HAMDATUN NUPUS
Twitter/IG : @hamdatunnupus
Aku akan menghubungi via IG dan/atau twitter.
Mohon direspon dalam waktu 2x24 jam ya.
Terima kasih.
Twitter: @aa_muizz
BalasHapusIG: @dereizen
Menurut saya nggak masalah, sih. Saya pernah mengalaminya. Asalkan komunikasi tetap lancar, jangan terputus. Karena pernikahan jarak jauh itu sangat rentan miskomunikasi.
Nama : Tiya Fitriyani
BalasHapusTwitter : @TFy_97
Ig : @tiya.fy97
Jawaban : Menurut saya pernikahan jarak jauh itu tidak masalah, yang terpenting adalah kepercayaan antar kedua belah pihak, saling percaya dan pengertian itu sangatlah penting dalam menjalani pernikahan jarak jauh. Komunikasi pun harus tetap lancar agar tidak terjadi kesalahpahaman. Jika nanti saya mengalami hal ini, hal yang akan saya lakukan adalah mengutamakan kejujuran, saling pengertian dan saling percaya satu sama lain.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusNama : SITI MASLACHA
BalasHapusTwitter : @shitiearushi
IG : claupherin
Domisili : Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur
Link Share : https://twitter.com/shitiearushi/status/978121058791272449
Jawaban :
Menurut Saya nggak masalah pernikahan jarak jauh. Karena kan kita nggak tahu gimana kehidupan pernikahan kita nantinya. Yang pernting komunikasi harus tetap terjaga dengan baik, harus jujur dan terbuka kepada pasangan masing-masing, dan yang paling penting juga kalau bisa usahakan ada momen khusus setiap kali berkomunikasi diselingi dengan cerita-cerita, ngapain aja selama satu minggu ini atau hari ini. Bertemu dengan siapa, dan melakukan apa. Bukan bermaksud kepo atau mencampuri urusan pribadi, tapi karena itu salah satu usaha untuk membangun 'kedekatan' dengan pasangan meskipun sendang berjauhan.
Karena jujur saja, Saya punya teman yang orangtuanya menikah selama lebih dari 20 tahun tapi berjauhan dengan alasan kerja. Tapi pernikahan mereka tetap harmonis dan hangat. Itu karena komunikasi mereka tetap terjaga dengan baik, selalu terbuka, jujur, dan tidak menutup-nutupi masalah apa pun kepada pasangan kita.
Ade Delina Putri
BalasHapusIG: @delinabooks
Domisili: Surabaya
Link share: https://www.instagram.com/p/Bg0zcCJHbQ6/
Aku pribadi tidak menyukai pernikahan jarak jauh. Karena bagiku (dan berdasarkan beberapa nasihat pernikahan), sebaik-baik pernikahan adalah yang berkumpul bersama. Itu artinya suami istri harus tinggal satu rumah.
Bagaimana jika aku harus terpaksa dihadapkan pada pernikahan jarak jauh? Aku harus tahu sampai kapan jarak jauh itu berlangsung. Harus ada tenggat waktu. Karena tidak mungkin selamanya suami istri berjauhan. Suami istri harus punya tujuan untuk tetap tinggal bersama. Karena ini juga untuk mencegah masalah yang ke depannya bisa jadi lebih pelik karena jarak jauh itu sendiri. Dan jawaban rindu yang terbaik bukan sekedar komunikasi via telepon, video call atau chatting, melainkan (lagi-lagi) harus bertemu.
Maka kalau aku dihadapkan pada situasi pernikahan jarak jauh yang tidak tahu kapan waktunya ditentukan, aku harus bilang pada suamiku, bahwa tidak selamanya aku mau begitu terus. Pilihannya, aku harus ikut dia kemana pun dia pergi. Dalam artian, kami harus tinggal bersama. Mau sering-sering pindah pun tak masalah, asal tetap bersama.
Atau yang kedua, kalau tetap tidak bisa bersama, dan suami tidak bisa memutuskan kapan waktu bisa bersama, aku memutuskan untuk pulang saja ke rumah orang tuaku. Untuk apa kalau pernikahan selamanya harus berjauhan? Aku tidak bisa. Biar bagaimana pun, aku sangat butuh suami untuk ada di sampingku.
Jadi solusinya memang yang terbaik adalah aku tinggal bersama suami, apapun keadaannya. Sekalipun misalnya suami harus dipecat dari pekerjaannya. Hubungan rumah tangga kami jauh lebih penting. Dan pekerjaan bisa dicari lagi. Karena rezeki terbuka dari banyak pintu 😊
Nama : Hamdatun Nupus
BalasHapusAkun Twitter : @HamdatunNupus
Akun IG : @hamdatunnupus
Jawaban :
Saya belum menikah, belum pernah juga berada dikondisi hubungan jarak jauh. Tapi saya yakin diluaran sana 'ada' beberapa' atau mungkin banyak pasangan hidup yang berada di kondisi ini. Tapi saya pribadi, semoga hal itu tidak terjadi di dalam hubungan saya kelak dengan pasangan. Kenapa ? karena seyogyanya suatu pernikahan mampu menyatukan bukan hanya dua orang, tapi juga dua kehidupan. Jika sudah dipersatukan kenapa harus memilih dipisahkan? yang saling berdampingan saja kadang masih sulit untuk related. Padahal pernikahan itu meski banyak seminarnya tidak ada sekolahnya, (ada tuntunanya memang di dalam Al-Quran) jadi di dalam proses belajar itu butuh dua orang bukan seorang-seorang. Jika memang kendalanya di pekerjaan, jika saya tidak bekerja misal ya saya seharusnya mendampingi. Jika keduanya bekerja pun pasti ada pilihan & jalannya. Karena saya percaya setiap masalah ada solusi, dan untuk menemukan solusi itu saya tidak ingin sendirian :)
Noer Anggadila
BalasHapus@noeranggadila
Probolinggo
Pernikahan bukan hanya masalah hati saja, namun juga menyangkut seluruhnya. Sebelum menikah pasti kedua belah pihak pasti sudah tahu keadaan masing-masing, kelemahan dan kekurangan, visi dan misi hidup dari pasangan tersebut. Jika setelah menikah harus terpisah jarak yang jauh tak akan jadi masalah kalau di awal sudah diutarakan, pasangan saling memberi tahu. Jika sebuah kepercayaan sudah dibangun kuat satu-sama lain, maka menikah jarak jauh bukan hal yang tidak mungkin, toh itu juga bisa memperkuat hubungan suami istri karena bisa memanfaatkan waktu yang dimiliki sebaik mungkin. Jika sesekali rindu, bisa memanfaatkan sosial media yang ada, meskipun rasanya tidak akan sama dibanding bertemu langsung, tapi ya, semua ada waktunya.
Nama : tikha
BalasHapus@tikhansari
Menurutku kembali lagi dengan komitmen awal dari kedua pasangan. Berani melangkah berarti harus berani juga menerima konsekuensi yang ada.Walau saya belum menikah dan merasakan selul.beluk hidup berumah tangga. Namun jika someday aku dihadapkan dengan hal serupa ya menerima apapun resiko dari suatu pilihan. Kuncinya harus bijak.
Emmy Herlina/Twitter @binisasat Ig: emmy.herlina/Bandar Lampung
BalasHapusKalau harus LDR dengan pasangan? Well, kebetulan saya sendiri LDR. Karena suami bertugas di luar kabupaten. Namun nggak begitu jauh, saya masih bisa bertemu seminggu sekali. Saat kondisi mengharuskan LDR dengan pasangan, tentu akan terasa berat. Namun harus tetap kita acceptance kondisi tersebut. Beritahukan dg orangtua, mertua, agar mereka tahu kondisi kita. Yang terpenting lagi, jaga slalu komunikasi. Terlebih bila kita sudah punya anak, anak pun berhak utk slalu komunikasi dengan kedua orangtua, tak peduli terpisah jarak. Adanya teknologi tentu akan memudahkan komunikasi. Kita bisa rutin melakukan video call dan menceritakan segala aktivitas harian kita, juga sharing apabila ada masalah. Di situ juga pentingnya orangtua/mertua tahu kondisi kita. Apalagi bila mereka masih tinggal selokasi dengan kita.
Dan tidak boleh lupa, tetap rencanakan jadwal bertemu. Usahakan setidaknya kita bisa bertemu 1-3 bulan sekali. Jangan sampai lebih dari 6 bulan. Itu saran saya.
Nama : Samuel Edward
BalasHapusAkun Twitter : @SammyAddward
Akun IG : @SammyAddward
Domisili : Kota Bandung, Jawa Barat
Jawaban : Kalau dari sebelum menikah, aku sudah tahu bahwa aku & pasanganku nantinya sesudah menikah akan terpisah jarak, kami akan bicarakan pertimbangannya bersama. Tentu saja, melibatkan orangtua & keluarga kedua belah pihak. Dan, yang terpenting, harus menanyakan & meminta petunjuk Tuhan, selaku pihak sebenarnya yang menikahkan kita.
Tetapi, keterpisahan jarak itu terjadi setelah kami menikah akibat suatu kondisi yang tak bisa dihindarkan, situasi itu wajib kami jalani dengan tabah. Kesetiaan menjadi hal yang harus menjadi "hidup-mati". Untuk menjamin kesetiaan, video-call harus kami lakukan setiap paling sedikit 3 jam sekali. Kalau bisa, lebih sering daripada itu. Terutama pada saat-saat senggang selepas jam kerja, seperti menjelang malam hari, di mana godaan ketidaksetiaan menjadi berkali-kali lipat membesarnya.
Prediksi Togel Sgp Mbah Bonar 18 Maret 2020 <a href="https://indextogel.org/prediksi-togel/prediksi-togel-sgp-mbah-bonar-18-maret-2020/ > Ayo Pasang Angka Keberuntunganmu hari ini </a> Gabung sekarang dan Dapatkan Potongan Setiap Hari !!!
BalasHapus