Seorang penulis biasanya memiliki gaya dan keunikan sendiri dalam menulis sebuah cerita. Kali ini aku ingin membahas mengenai gaya menulis dari tiga penulis yang karyanya aku sukai.
Tulisan ini tentu saja aku tulis berdasarkan pendapatku setelah membaca buku-buku karya mereka sehingga kalian yang membaca tulisan ini bisa setuju atau tidak. Aku memakai analogi/perumpamaan dalam menjelaskan gaya menulis mereka. Aku menggunakan analogi karena rasanya lebih tepat untuk menggambarkan gaya menulis mereka.
Siapa saja ketiga penulis tersebut?
Silahkan baca saja tulisan di bawah ini.
1. MARIE LU
Ini pendapatku mengenai gaya penulisan #MarieLu.
Karya-karya Marie Lu adalah tipe fast read. Cara bercerita yang enak membuat buku-buku karyanya tiba-tiba saja sudah selesai padahal rasanya baru mulai dibaca. Perumpamaannya adalah jika kita mengendarai mobil ke suatu tempat. Kita berkendara melewati jalan besar, mulus, sesekali berbelok, ada lubang sedikit di jalan. Ah, mungkin juga ada hambatan sedikit yang membuat kita berkendara pelan. Saat sedang asyik berkendara, menikmati pemandangan, tiba-tiba saja kita sudah sampai di tujuan. Akibatnya tidak semua pemandangan bisa kita lihat dan perhatikan dengan seksama.
Tanpa sadar kita bergumam, wah, kok sudah sampai. Tidak terasa. Kadang rasanya perjalanan yang kita tempuh terasa singkat dan ingin menambah waktu perjalanan. Bagi orang yang menyukai perjalanan dengan banyak tantangan, seperti jalan menanjak, banyak belokan tajam, jalanan batu berkerikil, sesekali mobil mengebut di jalanan, kadang terengah-engah, maka mungkin perjalanan seperti di atas terasa kurang menantang.
Nah, begitulah gaya penulisan Marie Lu. Penceritaan yang enak dan mengalir membuat bacaan ini tiba-tiba saja selesai padahal rasanya ingin nembah dan masih banyak yang bisa dikembangkan.
Kalau bagi yang ingin lebih, tulisan Marie Lu kurang menggigit.
Kalau aku sih maklum, Marie Lu kan emang begini gayanya. Dia hanya fokus kepada cerita utama saja. Dan membaca 3 bukunya, aku sudah bisa merasakan *cara* menulisnya. Membaca buku terbarunya “Batman – Nightwalker” pun akan terasa keunikan gaya menulis Marie Lu di dalamnya.
2. NEIL GAIMAN
Jika gaya penulisan #MarieLu aku analogikan dengan sebuah perjalanan menggunakan mobil ke suatu tempat, untuk Gaiman sendiri aku menganalogikannya dengan sebuah TAMAN MINI.
Membaca karya Gaiman ibarat mengunjungi sebuah taman mungil yang tampak biasa saja, tidak memiliki suatu hal yang menakjubkan. Bagi yang hanya mengunjungi taman sekali dua kali, mungkin tidak akan mendatangi kembali taman tersebut. Namun, bagi yang memang menyukai taman (walaupun mungil) akan tetap mengunjungi taman tersebut dan akan menemukan hal-hal yang menakjubkan di taman tersebut.
Jika kita melihat dengan teliti dan merasakan dengan hati, maka di taman kecil tersebut ada taman rahasia yang indah dengan bunga-bunga menakjubkan. Ternyata capung yang kita lihat adalah peri. Ada kolam tersembunyi. Ada sarang semut atau serangga yang membuat bergidik. Ada semilir angin yang menyejukkan. Ada sudut taman yang mengerikan. Semua itu ada di taman mungil tersebut jika kita perhatikan dengan seksama.
Kira-kira begitulah gaya penulisan Gaiman. Buku pertama yang aku baca adalah #FortunatelyTheMilk dan merasa ceritanya unik dan absurd. #Coraline adalah buku kedua yang aku baca yang sangat terasa spooky dengan gayanya sendiri. Membaca #Stardust aku merasa takjub dengan imajinasi Gaiman dan dunia fantasi yang dia ciptakan sendiri. #Neverwhere pun semakin menakjubkan dan lagi-lagi takjub dengan dunia yang Gaiman ciptakan. Tidak luas, bisa dibilang lingkupnya kecil, namun kuat mempesona dan penuh keajaiban (magic). Sebenarnya, Neverwhere lah yang benar-benar membuatku jatuh hati dengan sangat dalam akan karya Gaiman. Sangat penuh magic dan sangat mempesona. Sayangnya, versi terjemahan GPU mengaburkan keajaiban dalam tulisan Gaiman.
Seperti yang aku katakan di atas. Ibarat sebuah taman kecil dunia yang diciptakan gaiman dalam karyanya (terbaru adalah #TheOceanAtTheEndOfTheLane dengan dunia yang sempit dan tambahkan saja tokoh fantasi beberapa saja tapi sanggup menciptakan perasaan ngeri, haru, dan takjub denan seksama) tidak semua orang yang bisa merasakan keajaiban di dalamnya. Dunia rekaan Gaiman tidak luas. Terbatas. Ibarat sebuah taman kecil.
Beberapa orang memilih meninggalkan taman tersebut. Sebagian memilih untuk diam dan menjelajah sampai ke sudut taman tersebut. Tidak semua orang cocok akan gaya menulis Gaiman. Ibarat hanya orang tertentu saja yang bisa memasuki taman dan mendapatkan kesempatan merasakan keajaiban tersebut. Tentu saja aku merasa bersyukur ada di antara orang-orang yang memilih untuk berpetualang di taman kecil tersebut.
3. JOHN CONNOLLY
Jika gaya penulisan Marie Lu aku analogikan dengan sebuah perjalanan berkendara, Neil Gaiman aku analogikan dengan sebuah Taman Kecil, bagaimana dengan John Connolly?
Sejak pertama kali membaca buku karya John Connolly dan dilanjutkan dengan 2 buku yang berbeda membuatku merasakan kalau gaya penulisan Connolly itu ibarat BERKENALAN DENGAN SESEORANG dan semakin kita mengenal lebih jauh, banyak hal yang menakjubkan dan membuat kita semakin menyukainya.
Pertama mungkin dia terasa seperti orang pada umumnya. Tidak special. Namun, semakin banyak mengobrol, akan terlihat dan terasa sebuah charisma yang membuat kita terpaku. Kita pun mengetahui ada sisi gelap darinya, ada sisi terangnya, ada keteguhan hatinya, ada rasa sakitnya, ada pula rasa humornya. Semua cerita yang mengalir dari mulutnya memiliki daya tarik. Akhirnya, kita pun merasa semakin nyaman berada di dekatnya.
Berkenalan lebih jauh membuat kita sadar ada sisi lain yang tak kalah menarik. Ada rasa humor absurd yang cocok untuk semua umur. Kita mungkin tidak menyangka ada kepribadian lain yang pas untuk orang dari kalangan yang berbeda.
Walaupun mungkin terasa bahwa dia akan banyak bicara dan menjelaskan sesuatu cukup mendetail, karena charisma tersebut, kita malah menikmatinya (atau minimal tidak keberatan akan hal itu).
Nah, karena ibarat berkenalan dengan seseorang, maka tidak jarang akan timbul rasa cocok atau ketidakcocokan dengan orang tersebut. Berinteraksi dengan orang lain melibatkan rasa. Apalagi hanya baru sekadar sering lihat saja. Ketika sudah kenal, maka kemungkinan kita sayang. Jika belum kenal, atau tidak kenal dekat, mungkin ada keengganan untuk memulai hubungan lebih jauh, atau bahkan tidak memiliki ketertarikan untuk mengenal lebih dekat.
Komentar
Posting Komentar