TO
KILL A MOCKINGBIRD – Harper Lee
Judul
Asli : To Kill a Mockingbird
Penulis : Harper Lee
Penerjemah : Femmy Syahrani
Penyunting : Berliani Mantili Nugrahani
Desain Sampul : Windu Tampan
Penerbit Qanita
Edisi Gold, Cetakan I Oktober 2010
Tebal 536 Halaman
ISBN 978-602-8579-34-6
Penulis : Harper Lee
Penerjemah : Femmy Syahrani
Penyunting : Berliani Mantili Nugrahani
Desain Sampul : Windu Tampan
Penerbit Qanita
Edisi Gold, Cetakan I Oktober 2010
Tebal 536 Halaman
ISBN 978-602-8579-34-6
"Mockingbird menyanyikan musik untuk kita
nikmati, hanya itulah yang mereka lakukan. Mereka tidak memakan tanaman kebun
orang, tidak bersarang di gudang jagung, mereka tidak melakukan apapun kecuali
menyanyi dengan tulus untuk kita. Karena itulah, membunuh mockingbird itu
dosa."
To Kill a
Mockingbird adalah sebuah karya fenomenal dan sangat terkenal di seluruh dunia sehingga pasti sudah familiar dong dengan buku yang satu ini. Sebenarnya, aku sudah pernah membaca novel ini sekitar 5 tahun yang lalu, namun lupa detail ceritanya karena aku tidak menemukan cerita yang spesial waktu itu.
Mengapa
demikian? Kalau aku ingat sih karena
novel To Kill a Mockingbird yang kubaca waktu
itu adalah pinjaman dari seorang teman. Aku pun membacanya
ketika semangat membaca sedang menurun, jadi kesannya aku
hanya sekadar membaca tanpa meresapi isi cerita. Selain itu, buku ini
tidak aku habiskan dalam sekali baca.
Ada jeda sekitar setengah tahun sampai aku melanjutkan
membacanya lagi sehingga inti ceritanya sudah agak terlupakan. Niat waktu itu adalah segera selesaikan buku ini dan kembalikan ke
pemiliknya. Ditagih terus sih waktu itu. Hehe...
Nah, Desember kemarin aku membaca ulang novel ini. Hasilnya adalah novel ini memang luar biasa. Dengan penceritaan
dari sudut pandang seorang anak perempuan berumur 8 tahun, To Kill a
Mockingbird terasa spesial dan menggugah perasaan.
Novel To Kill a Mockingbird ini bercerita tentang prasangka dan
kasih sayang.
Fokus utama ceritanya adalah mengenai sebuah keluarga di di Maycomb County, Alabama, tahun 1930-an. Keluarga kecil ini terdiri dari
dua bersaudara, Jem dan Scout, bersama ayah mereka, Atticus Finch, yang
berprofesi sebagai pengacara, serta pembantu mereka yang berkulit hitam,
Calpurnia. Novel ini bercerita dari sudut pandang seorang si anak perempuan yang berusia
8 tahun, yaitu Scout (Jean Louis Finch).
Novel ini
terbagi ke dalam 2 bagian.
Bagian
pertama menceritakan keseharian kehidupan Jem dan Scout, kakak adik yang selalu berdua. Umur Jem dan Scout hanya terpaut
4 tahun. Mereka sering bermain berdua karena di
lingkungan mereka memang tidak banyak anak-anak seumuran mereka.
Banyak
kegiatan harian yang mereka lakukan, namun yang paling berkesan adalah kegiatan
memata-matai tetangga mereka yang
misterius Boo Radley. Keluarga Radley sangat misterius karena jarang terlihat keluar dari rumah. Oleh
karena itu, banyak beredar desas-desus bahwa keluarga Boo Radley tidak waras. Boo Ridley sering berbuat jahat terhadap orang
tua-nya, bahkan dikabarkan membunuh ibunya dan menyembunyikannya di cerobong
asap.
Bersama
teman mereka Dill yang selalu datang setiap musim panas, mereka kerap
memata-matai rumah tersebut. Bahkan kadang-kadang
mereka melakukan ‘uji nyali’ untuk sekadar masuk ke halaman, menyentuh pintu
mereka, atau mengintip apa yang terjadi di dalam rumah.
Jem, Scout,
Dill ada bocah yang penuh rasa ingin tahu. Berbagai macam
kenakalan anak-anak mereka lakukan untuk mencari tau tentang Boo. Bahkan sampai
memainkan sandiwara tentang keluarga Radley. Perbuatan mereka adalah wajar
untuk seumuran mereka, hanya ingin bersenang-senang tanpa sadar kelakuan mereka
tepat atau tidak.
Bagian pertama juga
menceritakan tentang Scout yang mulai masuk sekolah. Ternyata sekolah bukanlah
tenpat yang menyenangkan bagi Scout. Ia mendapati dirinya tidak menyukai
gurunya, yang sejak awal tidak senang dengan Scout yang sudah bisa membaca di
hari pertama sekolah. Bahkan, Scout berkelahi dengan anak yang mengganggunya. Menyela
gurunya dan menyatakan kebenaran tentang keluarga Cunningham – yang memang
benar – tapi tidak etis untuk diungkapkan karena bisa saja menyinggung perasaan
orang lain. Scout memang anak yang ‘pintar’ untuk seumurannya. Atticus
mengajarinya membaca sejak kecil. Begitu pula Jem. Jem adalah sosok kakak
lelaki yang bersikap layaknya lelaki terhormat. Menghormati ayahnya dan ingin
menjadi bijaksana layaknya Atticus. Begitulah kehidupan Scout. Ia dan kakaknya
saling menyayangi walaupun kadang tidak sependapat. Mereka pun sangat
menyayangi ayahnya, dan mereka juga sayang pada Calpurnia, meski pembantu kulit
hitam itu tak segan-segan memarahi mereka ketika mereka bersikap nakal.
Bagian
kedua dari novel ini fokus menceritakan
bagaimana kehidupan Atticus, Jem, dan Scout yang seketika
berubah karena kasus Tom Robinson yang
ditangani oleh Atticus.
Tom
Robbinson, seorang pemuda berkulit hitam, yang
dituduh memerkosa gadis kulit putih bernama Mayella Ewell. Bagi masyarakat
Maycomb (di Amerika pada masa itu),
warga kulit hitam adalah warga yang dianggap lebih rendah
derajatnya dibanding orang kulit putih, sampah
masyarakat dan selalu mendapat prasangka buruk sebagai kaum yang selalu membuat
masalah.
Kecaman terhadap keluarga Finch datang dari sebagian seluruh warga penjuru kota. Scout dan Jem pun tak
luput dari ejekan teman-temannya yang mengatakan ayah mereka adalah pecinta
‘nigger’. Tak hanya dari lingkungan sekitarnya, Atticus pun mendapat tantangan
dari kakaknya sendiri, Alexandra, yang saat itu tinggal bersama mereka.
Alexandra – sang kakak
pun sering memarahi Scout karena tidak bersikap layaknya wanita terhormat. Namun,
dia tetap menyayangi keluarganya sekalipun sering tidak suka dan berdebat
tentang kelakuan Atticus, Jem, maupun Scout.
Tentu saja ada
bab-bab yang menceritakan tentang pengadilan tentang kasus Tom Robinson. Bagian
proses pengadilan Tom Robinson adalah salah satu bagian yang aku sukai. Pengadilan
kasus ini mendapat perhatian yang besar dari peduduk kota Maycomb, baik kulit putih maupun warga kulit hitam. Jem, Scout, dan Dill pun ikut
menghadirinya – tentu saja tanpa sepengetahuan Atticus.
Atticus
dengan piawai mengemukakan berbagai fakta, yang sebenarnya tak dapat disangkal,
bahwa Tom Robinson tidak
bersalah. Bahwa hal yang tejadi kepada Tom Robinson
adalah sebuah ketidakadilan dan merupakan upaya seseorang untuk melimpahkan
kesalahan dan mengubur kehinaan yang telah dia lakukan. Namun, seorang negro tetaplah orang dengan
derajat rendah bagi masyarakat Maycomb; prasangka buruk
terhadap kaum negro tak dapat dipatahkan oleh sejumlah fakta. Walaupun jelas-jelas Tom Robinson tidak bersalah, kesempatannya untuk
menang di pengadilan memang hampir tidak ada – Atticus pun menyadari hal
tersebut. Dari sinilah Scout dan jem yang menyaksikan secara langsung proses
pengadilan itu dan melihat
bahwa kehidupan tak melulu hitam dan putih. Prasangka
seringkali mendominasi dan membutakan
manusia sehingga keadilan tidak bisa ditegakkan dengan sempurna bahkan walaupun prasangka itu berarti membohongi diri sendiri dan menolak
kebenaran.
Aku suka dengan
tema yang diceritakan novel ini. Tokoh-tokohnya pun sangat berkarakter dan
sangat mudah untuk disukai.
Aku menyukai Atticus
Finch sebagai seorang
ayah yang luar biasa. Atticus mengajarkan kepada anaknya tentang menjadi orang
terhormat dengan cara yang dianggap tidak lazim pada masa itu. Bahkan oleh anak-nya sendiri, Atticus hanya tampak hanya seorang yang biasa saja tanpa
keahlian apapun yang bisa
dibanggakan anaknya. Dia mendidik anaknya
dengan caranya sendiri, menjadikan anaknya mampu melihat kebenaran dan
kebijakan dalam hidup.
Aku menyukai Jeremy
Atticus Finch (Jem). Sebagai seorang anak
laki-laki yang berumur 12 tahun, pemberani, bijaksana,
penuh rasa ingin tahu, dan begitu menghormati ayahnya. Dia begitu ingin menjadi lelaki terhormat seperti ayahnya, menyayangi
adiknya, dan menyadari bahwa menjadi orang dewasa itu ‘berat’.
Aku suka Jean
Louis Finch (Scout) sebagai seorang
anak perempuan berumur 8 tahun yang cerdas.
Dari sudut pandang Scout-lah novel ini diceritakan. Scout anak yang tomboy, selalu
ikut Jem, kakaknya. Penuh rasa penasaran, sering membangkang dan masih memiliki sifat agak pemarah. Scout pintar
karena diajarkan membaca dan diceritakan semua hal oleh Atticus. Scout yang
sering dimarahi karena tidak bersikap layaknya wanita terhormat ini luar biasa.
Scout pun sering melontarkan kalimat yang blak-blakan dan
jujur walaupun sering bukan pada kondisi yang tepat. Hal itu wajar bagi anak
kecil pintar yang polos.
Selain itu pula,
banyak adegan-adegan favorit dalam novel ini. Banyak
peristiwa yang aku sukai terjadi pada kehidupan Jem dan Scout. Beberapa
peristiwa yang aku sukai dalam novel ini adalah :
- Scout membicarakan masalah warisan kepada Mr. Cunningham ketika Atticus didatangi oleh sekelompok orang yang ingin mengeroyok Tom Robinson yang dijaga oleh Atticus. Adegan ketika Scout mencoba menyelamatkan Atticus dengan menyapa Mr. Cunningham ini lucu banget, apalagi Scout adalah anak perempuan yang pintar dan polos.
- Kejadian Atticus menasihati Jem dan Scout, bahwa apapun yang dikatakan orang terhadap mereka/Atticus, jangan sampai marah. Tetap berjalan tegak dan terhormat. Atticus mengajarkan bahwa amarah itu tidak ada gunanya. Apapun kata orang tentang keluarga mereka, jangan sampai mereka marah. Ah, suka!
- Jem marah terhadap Mrs. Durbose karena mengejek Atticus dan mengatakannya pecinta niger – Jem dihukum untuk membaca buku untuk Mrs. Durbose selama beberapa jam per hari dengan Scout menemani. Adegan ini sungguh menarik. Adegan Jem yang akhirnya tidak bisa menahan amarah, Atticus memarahinya dan menjelaskan maksud dari Mrs. Durbose melakukan hal itu memang tidak terduga. Ah, kadang apa yang terlihat memang tidak seperti apa yang sebenarnya terjadi. Pasti ada alasan di balik segala tindakan.
- Scout, Jem, Dill mengintip malam-malam ke rumah Boo Ridley, ada suara tembakan, kabur, dan mereka terpaksa berbohong Adegan ketika Jem balik mengambil celana yang sobek dan ternyata celananya dia temukan dalam keadaaan terlipat dan sudah diperbaiki. Jem sangat ketakutan.
- Adegan Scout dan jem menemukan barang-barang di sebuah lubang di pohon tempat ditaruhnya benda-benda yang ‘seolah-olah’ untuk mereka. Barang-barang di lubang tersebut seolah-seolah ada yang selalu memperhatikan mereka dan tahu tentang mereka.
- Adegan di pengadilan persidangan Tom Robinson. Aku sangat menyukai keseluruhan cerita di pengadilan. Aku sangat suka dengan proses pengadilan tersebut. Penasaran, deg-degan dan bersemangat. Adegan pengadilan ini langsung mengingatkanku tentang keseruan para juri yang berdebat menentukan nasib seorang remaja yang ituduh membunuh ayahnya dalam film 12 Angry Men. Suka. Suka. Suka.
Secara keseluruhan aku sangat menyukai novel ini. Karya yang sangat luar biasa. Tulisan ini aku akhiri dengan kutipan dari novel ini. Kata-kata yang diucapkan Atticus kepada Scout.
- Scout membicarakan masalah warisan kepada Mr. Cunningham ketika Atticus didatangi oleh sekelompok orang yang ingin mengeroyok Tom Robinson yang dijaga oleh Atticus. Adegan ketika Scout mencoba menyelamatkan Atticus dengan menyapa Mr. Cunningham ini lucu banget, apalagi Scout adalah anak perempuan yang pintar dan polos.
- Kejadian Atticus menasihati Jem dan Scout, bahwa apapun yang dikatakan orang terhadap mereka/Atticus, jangan sampai marah. Tetap berjalan tegak dan terhormat. Atticus mengajarkan bahwa amarah itu tidak ada gunanya. Apapun kata orang tentang keluarga mereka, jangan sampai mereka marah. Ah, suka!
- Jem marah terhadap Mrs. Durbose karena mengejek Atticus dan mengatakannya pecinta niger – Jem dihukum untuk membaca buku untuk Mrs. Durbose selama beberapa jam per hari dengan Scout menemani. Adegan ini sungguh menarik. Adegan Jem yang akhirnya tidak bisa menahan amarah, Atticus memarahinya dan menjelaskan maksud dari Mrs. Durbose melakukan hal itu memang tidak terduga. Ah, kadang apa yang terlihat memang tidak seperti apa yang sebenarnya terjadi. Pasti ada alasan di balik segala tindakan.
- Scout, Jem, Dill mengintip malam-malam ke rumah Boo Ridley, ada suara tembakan, kabur, dan mereka terpaksa berbohong Adegan ketika Jem balik mengambil celana yang sobek dan ternyata celananya dia temukan dalam keadaaan terlipat dan sudah diperbaiki. Jem sangat ketakutan.
- Adegan Scout dan jem menemukan barang-barang di sebuah lubang di pohon tempat ditaruhnya benda-benda yang ‘seolah-olah’ untuk mereka. Barang-barang di lubang tersebut seolah-seolah ada yang selalu memperhatikan mereka dan tahu tentang mereka.
- Adegan di pengadilan persidangan Tom Robinson. Aku sangat menyukai keseluruhan cerita di pengadilan. Aku sangat suka dengan proses pengadilan tersebut. Penasaran, deg-degan dan bersemangat. Adegan pengadilan ini langsung mengingatkanku tentang keseruan para juri yang berdebat menentukan nasib seorang remaja yang ituduh membunuh ayahnya dalam film 12 Angry Men. Suka. Suka. Suka.
Secara keseluruhan aku sangat menyukai novel ini. Karya yang sangat luar biasa. Tulisan ini aku akhiri dengan kutipan dari novel ini. Kata-kata yang diucapkan Atticus kepada Scout.
“Kau tidak akan pernah bisa memahami seseorang hingga kau melihat
segala sesuatu dari sudut pandangnya . . . hingga kau menyusup ke balik
kulitnya dan menjalani hidup dengan caranya”
-
Harper
Lee dalam To Kill a Mockingbird
Nilai : 4,75/5
ini akhir ceritanya bagaimana ya?
BalasHapus